GEDUNG SMAK COR JESU
Gedung yang berdiri megah di Jl.Jaksa Agung Suprapto 55 Malang ini termasuk salah satu dari bangunan tua yang dilindungi oleh Pemda Kota Malang. Hal itu karena gedung ini dapat menarik banyak wisatawan yang ingin bernostalgia di kota pariwisata, Malang. Untuk memelihara bangunan tua seperti ini diperlukan biaya yang snagat besar dibandingkan memelihara bangunan biasa lainnya.
Oleh karena itu harapan kami agar semua orang turut melindungi dan merawat gedung Cor Jesu ini baik dari luar maupun dari dalam gedung itu sendiri. Karena setiap perubahan dari bagian gedung itu meskipun hanya sedikit dapat mengurangi nilai seni dan sejarah dari gedung ini.
SEJARAH GEDUNG COR JESU MALANG
Dlam bulan Juli tahun 1895 Mgr.Staal datang ke Surabaya. Beliau merupakan satu-satunya uskup di seluruh Indonesia. Monseigneur mengadakan pembicaraan dengan Suster Angele dan ternyata 2 tokoh itu saling mengerti. Mgr.Staal mendukung dan memberkati usul Sr.Angele untuk mendirikan biara, sekolah dan asrama di Malang.
Di waktu liburan panjang bulan Oktober 1897, Sr.Angele,Sr.Xavier Smeets dan beberapa suster lainnya berangkat dari Kasri ke Malang, kemudian mereka menginap pada keluarga Stucky. Pada saat itu di Malang terdapat 2 bidang tanah yang cocok bagi rencana para suster tersebut, yang satu milik Keluarga Borwarter-Stenneker, terletak di luar kota dan di Jalan Celaket (sekarang Jl.Jaksa Agung Suprapto). Akhirnya mereka memilih yang terletak di Jalan Celaket, karena tanahnya sangatluas,kira-kira 22.000 meter persegi!!!
Tepat pada tanggal 6 Februari 1900, suster-suster pendatang pertama tersebut memulai Komunitasnya di Malang.
Seorang bapak, yaitu Tuan Hoefsmit bersedia mengurus segala surat dan dokumen yang perlu untuk pembelian tanah itu. Suster Angele kemudian membeli sebuah rumah besar dan tanah di daerah Celaket untuk 15.000 Gulden pada permulaan tahun 1899. Dan pada tanggal 8 Februari 1900 tanah itu telah dibeli dari Tuan Stenekers dan resmi menjadi milik Suster Ursulin.
Kemudian pada tanggal 3 Maret 1900 dari Surabaya datang arsitek Westmaas yang membangun gereja di Kepanjen (sebelah SMA Frateran Surabaya). Ia membuat rencana dan gambar pembangunan asrama, kemudian ia memeriksa seluruh tanah dan menemukan sumber air yag sangat baik dan berguna untuk sekarang dan di masa datang.
Berita di surat kabar....
Surat kabar di Malang tanggal 6-2-1930 memberi perhatian khusus terhadap Karya Ursulin di Malang. Antara lain dalam beritanya :
"Tiga puluh tahun yang lampau, Malang hanya merupakan sebuah desa di pedalaman tanapa perspektif. Di sekitar Mlang masih ada hutan rimba saja dan sering sang raja hutan berkeliaran disitu. Belum ada trem dan kabel telepon juga belum dibuat. Kereta api ke Surabaya baru diselesaikan. Rumah sakit belum ada dan sekolahpun hanya yang sangat primitif. Dalam keadaan itu, Suster Ursulin berani datang ke Malang. Banyak orang menggelengkan kepalanya. Tetapi, Kelompok Suster Ursulin yang hanya terdiri dari tiga sampai lima orang, tidak kenal takut dan langsung menyingsingkan lengan.
Hari ini, 30 tahun kemudian, Malang adalah sebuah kota besar yang terus membangun dan lebih dari 800 anak mendapat pendidikan yang bermutu tinggi di macam-macam Sekolah Ursulin di Celaket ini."
"Demikianlah antara lain tulisan di surat kabar tanggal 6-2-1930."
KEBAKARAN DI GEDUNG COR JESU
Pada tanggal 28 Juli 1947, merupakan hari yang penuh dnegan ketakutan dan ketegangan. Kapal terbang Belanda terus berputar-putar di atas Kota Malang. Karena masa adalah masa peperangan antara Rakyat Indonesia melawan Belanda. Di halaman tetangg telah tewas 20 orang dan di sekolah Cor Jesu terdapat 15 mayat.
Malam hari semua lampu harus dimatikan dan di muka gedung Cor Jesu di Jalan Celaket, ratusan pemuda bersenjata berkumpul.
Ketegangan memuncak pada tanggal 30 Juli 1947. Kapal terbang yang berputar-putar di atas kota Malang bertambah dan mereka menjatuhkan bom. Melihat hal tersebut, para pemuda sudah tidak tahan lagi amarahnya.
Dan pada saat tengah malam tanggal 30 Juli 1947, orang-orang menyerbu ke dalam Gedung. Semua suster dengan anak-anak sejak sore hari berkumpul di dalam biara dna pada waktu penyerbuan tersebut semua suster dan anak-anak larike Kapel. Suster Laurence memerintahkan supaya tidak seorangpun keluar dari kapel.
Gedung Sekolah Cor Jesu yang panjangnya 130 m dan asrama sudah terbakar dan lidah api menjilat-jilat ke langit disertai denagn suara gemuruh yang mengerikan.
Berjam-jam lamanya semua duduk di Kapel dengan cemas dan takut sampai pagi hari.
PERTOLONGAN DARI TUHAN
Pagi hari keributan di luar mulai reda dan mereka berani keluar untuk melihat bahwa api di gedung besar bertingkat 2 dan gedung asrama masih berkobar-kobar. Dengan tercengang-cengang orang-orang itu melihat juga bahwa lidah api seperti dicegah menjalar ke dalam biara. Pada pintu yang menuju ke biara sudah lama tergantung sebuah lukisan Bunda Maria dengan anaknya Yesus (lukisan Schonstadt). Lidah api besar dan ganas berhenti tepat di uka pintu itu.
Langsung mereka semua mengerahkan segala tenaga untuk memadamkan api yang berkobar-kobar. Para romo, orang Jawa yang Katolik, anak-anak Panti Asuhan dan para suster sendiri mengambil air dari pompa secepat mungkin untuk memadamkan api yang ganas dan terus mendekat ke bagian biara.
Lidah api yang tinggi itu seperti berjalan ke arah para suster. Kemudian mereka berseru "Bunda Maria" dari Menara yang ada di atap biara. Tiba-tiba angin berputar dan tiang api menuju ke arah lain!! Hujan pun mulai turun!! Padahal waktu itu musim kemarau!! Sepanjang hari itu tanggal 31 Juli 1947 dan sepanjang malam berikutnya para suster itu berjuang mati-matian melawan api di bawah gemuruhnya bunyi kapal terbang di udara dan letusan senjata api, yang menyebabkan orang-orang berlari-lari dan berembunyi dimana-mana dan banyak orang tewas.
Dalam bulan Oktober 1947, 3 orang tentara Belanda memeriksa gedung di Jalan Celaket itu dan menemukan bom bear dalam tumpukan puing-puing di Sekolah Cor Jesu. Dapat dibayangkan jika bom itu meledak.
BERITA DI SURAT KABAR..(lagi)
Berhubung dengan peringatan 50 tahun Ursulin di Malang, lagi-lagi suart kabar di Malang dan Surabaya memuat artikel yang menghargai Karya para suster Ursulin. Salah satu artikel dari surat kabar "Malang Pos" isinya seperti di bawah ini tanpa perubahan.
"Akhirnya tahun 1930, menyusul pembukaan Sekolah Guru (Kweek School) Santo Agustinus. Mulai saat itu jumlah segenap murid Sekolah Ursulin itu jauh lebih dari 1000 orang. Semua itu terpaksa berhenti ketika pendudukan Nippon. Tetapi juga baru saat itu dan seterusnya penduduk Malang mengenal para susternya.
Alangkah tenangnya suasana dalam tembok biara jika dibandingkan kegelisahan di luar tembok.
Beberapa orang menerima perlindungan yang aman dalam gedung sekolah yang kosong itu. Siapa yang tidak ingat lagi akan dapur umum Susteran!
Betapa rasanya doa dan upacara kebaktian menemui perlindungan yang aman di dalam kapel putra-putri Sancta Ursula dengan kasih mesra.
Para suster Bangsa Indonesia yang ada diantara mereka itu dapat berusaha menjaga supaya sekolah Santo Yusuf selama waktu perang yang sukar itu berputar sepenuhnya. Tiada rasa sesukar, para suster juga siap, selalu sedia melayani rakyat denagn ikhlas hati denagn memberi kekayaan hatinya yang murni kepada pemuda. Sampai waktu ini juga!
Moga-moga Tuhan Allah yang Baik memberkati mereka itu.
Moga-moga kepada mereka sekalian disampaikan bertahun-tahun tinggal diantara kami di Kota Malang yang baik ini, agar kami selalu menerima tempat yang aman bagi para pemuda kami yang sangat kami cintai, dalam penjagaan para putri biarawati itu, yang dalam devis mereka ditulisnya :SERVIAM,"Saya akan berbakti".
KRONOLOGI SEJARAH
((1936)) Dibukalah sekolah di Jl.Celaket 55 dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Nama sekolah tersebut adalah SMTK (Sekolah Menengah Tinggi Katolik) St.Albertus. Sekolah tersebut kemudian dipindahkan ke Jl.Celaket 21 dan akhirnya pindah ke Jl.Talang 1 (Jl.Dempo 1).
((1954)) Sebagian siswa puteri dari Jl.Dempo dipindahkan ke Jl.Celaket 55 di bawah asuhan Suster Ursulim, di bawah panji SMTK St.Albertus.
((1960)) SMAK St.Albertus, asuhan Suster Ursulin yang berkedudukan di Jl.Celaket 55 mulai berdiri sendiri dengan nama SMAK COR JESU.
((1969)) SMAK Cor Jesu mulai menerima siswa putera.
((1984)) Status SMAK Cor Jesu dari status diakui menjadi status disamakan.
*Salah satu bagian dalam biara

* Jalan menuju Biara